**SUKSESKAN HARI PRAMUKA KE 57 TINGKAT KWARDA JAWA TENGAH DI BUPER MARTOLOYO, SUNIARSIH BOJONG 21 SEPTEMBER 2018** PERANSAKA VII KWARDA JATENG 16-21 SEPTEMBER 2018 DI BUPER SUNIARSIH** ESTAFET TUNAS KELAPA KE 34** Pramuka Perekat NKRI**8

Senin, 13 Februari 2012

Fenomena Pramuka Wajib di Gudep

Apabila kita pernah bersekolah di sekolah negeri, tentu kita tidak akan asing lagi dengan istilah “Pramuka Wajib”. Pramuka wajib di sini maksudnya adalah program yang mewajibkan para siswa terutama di tingkat sekolah menengah untuk mengikuti kegiatan pramuka meskipun mereka tidak memilihnya menjadi salah satu ekstrakulikuler yang diminati.
Program Pramuka wajib biasanya dilaksanakan hanya selama satu atau dua semester di awal sekolah, misalnya SMP A mewajibkan siswa kelas VII mengikuti Pramuka wajib selama enam bulan (satu semester) awal.

Pramuka wajib tentunya memiliki tujuan yang baik, yakni: pertama, agar seluruh siswa di sekolah tersebut mendapatkan bekal-bekal dasar kepramukaan yang dapat mereka manfaatkan dalam kehidupan sehari-hari. Kedua, agar minat siswa dapat bertambah pada kegiatan pramuka. Ketiga dan seterusnya menyesuaikan dengan kebutuhan Gugus Depan masing-masing. 

Program Pramuka wajib memang sudah awam dilaksanakan. Namun, sadarkah kita? Bahwa program tersebut memiliki beberapa kealphaan yang perlu kita waspadai. Bukannya menambah minat peserta didik untuk melanjutkan dan berkecimpung di kegiatan Pramuka, tapi justru bisa sebaliknya. Hal tersebut sangat mungkin terjadi apabila pengemasan kegiatan dalam program Pramuka wajib terkesan monoton, tidak menarik, kurang edukatif, dan menyiratkan ke”umum”an pramuka serta menghapuskan ke”eksklusifa”an pramuka di mata peserta didik yang sedang dalam masa mencari minat di pramuka.

Perlu kita pahami, bahwa belum semua Gugus Depan di sekolah dasar maupun di sekolah menengah pertama dapat memberikan pendidikan Kepramukaan sesuai dengan kebutuhan siswa, sehingga apabila mereka masuk ke sekolah yang lebih tinggi, minat mereka kurang atau bahkan tidak ada minat sama sekali untuk hal-hal yang berbau Pramuka. Hal ini wajar, mengingat kita perlu memahami karakteristik peserta didik yang dewasa ini kian membutuhkan wadah-wadah pendidikan yang inovatif, konstruktif, dan tentu saja jelas manfaatnya untuk mereka. Apabila kegiatan pramuka yang mereka temui belum memberikan itu semua, tentu saja mereka akan memilih hal lain sebagai wadah pengembangan dirinya.

Sebagai contohnya, Siska misalnya. Dia adalah salah seorang siswi di SMA Negeri di kotanya. Dia kurang berminat di Pramuka sejak duduk di bangku SMP dan ketika masuk SMA dia harus ikut Pramuka wajib. Karena kegiatan di Pramuka wajib menurutnya dikemas kurang menarik, dia lebih memilih sering membolos daripada menghabiskan waktunya untuk mengikuti rutinitas tersebut. Padahal dia adalah seseorang yang senang berorganisasi dan berpetualang. Kalau kita mengkaji dan mencocokkan, sebenarnya Pramuka dapat mewadahi minat Siska tersebut. Sayangnya kesan pertama yang ia dapatkan dari Pramuka adalah sesuatu yang diwajibkan atau cenderung dipaksakan. Siska tidak menemukan kegiatan Pramuka sebagai hal yang ia minati, justru sebaliknya, ia menemukan kegiatan Pramuka sebagai hal yang ia hindari karena ia kehilangan asas dasar dari Kepramukaan itu sendiri yakni asas sukarela.

Ya. Yang dimaksudkan kealphaan yang kadang diabaikan para Pembina atau Dewan Ambalan Penegak dan Pasukan Penggalang adalah adanya titik jenuh peserta didik terhadap kegiatan Pramuka yang dipaksakan untuk mereka terima. Sekali lagi, Pramuka adalah kegiatan yang bersifat sukarela, lalu kenapa harus ada kewajiban untuk mengikuti kegiatan Pramuka?

Sebelum peserta didik menemukan passion di Pramuka, mereka justru sudah dijejali materi-materi Kepramukaan yang mereka sendiri bingung apa aplikasinya dalam kehidupan sehari-hari. Padahal untuk menemukan passion dan kegemaran di Pramuka, mereka butuh kenyamanan, kerelaan, dan kepahaman. Tanpa itu semua, yang ada adalah mereka akan semakin tidak menyukai kegiatan Pramuka karena bagi mereka kegiatan ini mengintimidasi kebebasan mereka untuk memilih.

Selain itu, karena Pramuka wajib berlaku bagi seluruh siswa, kegiatan Pramuka secara tidak langsung atau sedikit demi sedikit kehilangan branding  dan keeksklusifannya di mata para peserta didik. Semua siswa diwajibkan mengenakan seragam Pramuka di hari-hari tertentu di sekolah. Tapi tidak diimbangi dengan aturan yang benar. Alhasil, mereka mengenakan seragam Pramuka dengan asal-asalan, seperti tidak mengenakan setangan leher/pita leher yang menjadi ciri khas Pramuka, bersepatu warna warni, dan terkadang kita juga melihat ada siswa yang tidak berjilbab namun mengenakan rok pramuka panjang padahal bajunya pendek, dan sebagainya. Kadang tidak jarang juga kita menemui peserta didik sepulang sekolah masih mengenakan seragam Pramuka tetapi merokok di samping trotoar.

Itulah imbas-imbas dari program Pramuka wajib yang kebanyakan hanya dijalankan sebagai formalitas dan kebijakan sekolah semata. Pramuka wajib berangkat dari latar belakang yang kongkret dan seharusnya kebijakan-kebijakan semacam itu dapat dimaksimalkan di Gugus Depan. Setelah mengetahui kecompang-campingan realita sebagian besar pelaksanaan Pramuka wajib, bukan berarti semerta-merta kita lalu menghapuskan kebijakan itu. Program Pramuka wajib secara harfiah memang tidak sesuai dengan asas kesukarelaan, namun apabila pelaksanaannya benar-benar terjaga unsur “keasyikan” dan “kebermanfaatannya”, tentu saja hal tersebut dapat menanggulangi kejenuhan dan rasa keterpaksaan peserta didik. Kalaupun memang program Pramuka wajib masih sesuai dan tetap ingin dilaksanakan di Gugus Depan, alangkah baiknya kegiatan-kegiatannya secara fokus diorientasikan pada pencitraan Pramuka sebagai wadah Pendidikan Karakter dan sebagai satu pendidikan yang bersifat menyenangkan dikemas dalam permainan di alam terbuka.

Bahkan Lord Baden Powell of Gilwell pun dengan tegas menjelaskan bahwa Kepramukaan itu bukanlah suatu ilmu yag harus dipelajari dengan tekun, bukan pula merupakan kumpulan ajaran-ajaran dan naskah-naskah dari suatu buku. Bukan! Kepramukaan adalah suatu permainan yang menyenangkan di alam terbuka, tempat orang dewasa dan anak-anak pergi bersama-sama, mengadakan pengembaraan bagaikan kakak beradik, membina kesehatan dan kebahagiaan, keterampilan dan kesediaan untuk memberi pertolongan bagi yang membutuhkan. (Sumber: Boyman, Ragam Latih Pramuka oleh Andri BOB Sunardi)

Baiklah, mari benahi kegiatan di Pramuka Wajib dan keseluruhan kegiatan Pramuka di Gudep karena Gudep adalah ujung tombak kaderisasi Kepramukaan yang paling dekat dengan peserta didik.

Selamat Memandu, Kakak!
Semoga dapat senantiasa merealisasikan kegiatan Pramuka yang mengasyikan dan bermanfaat seperti apa yang dikatakan oleh Bapak Pandu Dunia kita.

Oleh: Hafizhah Lukitasari

Tidak ada komentar:

Posting Komentar